Subscribe:

Selasa, 04 Desember 2012

PBB: Separuh Perempuan di Dunia tak Punya Akses Pendidikan & Kesehatan

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyebut hampir separuh jumlah perempuan di dunia tidak mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, dan kerja. Padahal jumlah perempuan adalah separuh penduduk dunia, sehingga peran dan keterlibatan mereka dalam pembangunan sangat penting.

"Kaum perempuan yang separuh populasinya di dunia tidak punya akses pendidikan, kesehatan, kerja dan hak-hak untuk mereka," ujar Direktur Eksekutif PBB untuk Perempuan, Michelle Bachelet, dalam Konferensi Tingkat Menteri Bidang Pemberdayaan Perempuan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Hotel The Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (4/11/2012).

Berdasarkan data PBB, sekitar 700 juta masyarakat yang buta huruf, lebih dari separuhnya adalah perempuan. Para perempuan itu juga berprofesi sebagai pekerja kebersihan dan tidak mempunyai hak memiliki tanah. Selain itu, perempuan terjebak pada lingkungan kerja yang tidak aman, perbudakan, atau ditahan oleh keluarganya.

"Perempuan juga banyak yang meninggal karena melahirkan dan mengalami kekerasan seksual," terangnya.

Pada kesempatan itu, Bachelet memuji pemerintah Indonesia yang membuka ruang sebesar-besarnya bagi perempuan untuk ikut ambil bagian dalam pembangunan ekonomi. "Partisipasi perempuan berkorelasi dengan produk domestik dan kemajuan ekonomi. Negara dengan kesetaraan berkorelasi dengan pendapatan perkapita," ucapnya.

Pada ruang politik, lanjut Bachelet, jumlah keterlibatan perempuan di parleman, masih sangat sedikit dan meminta negara-negara di dunia untuk menghapuskan larangan keterlibatan perempuan di parlemen. "Partisipasi parlenan sudah ada di 34 negara. Senegal meningkat 2 kali lipat hingga 35 persen. Dengan banyak pemimpin perempuan, akan mengakselerasi perdamaian," kata mantan Presiden ChIli tahun 2006-2010 ini.

Selasa, 27 November 2012

Ini Caranya Agar Warga Pelosok Juga Bisa Dapat Akses Kesehatan


 

Salah satu masalah klasik terkait dengan kondisi kesehatan masyarakat Indonesia secara keseluruhan adalah tidak meratanya persebaran tenaga medis. Para dokter cenderung banyak berkumpul di kota-kota besar sehingga penduduk di daerah merasa kesulitan mendapat akses perawatan kesehatan.

Memang puskesmas sudah tersebar secara merata di seluruh Indonesia. Namun tenaga ahli dan peralatan yang memadai masih menjadi PR besar yang perlu segera dibenahi, terutama untuk menyambut BPJS tahun 2014 nanti yang menjamin seluruh masyarakat Indonesia dapat tercakup oleh layanan kesehatan.

"Secara umum puskesmas sudah ada semuanya, hanya tinggal kualitasnya yang perlu ditingkatkan. Jadi gedungnya sudah ada, tapi dokernya atau alatnya belum. Tapi kalau primary helath care-nya di Indonesia sudah cukup merata di seluruh Indonesia," kata Slamet Riyadi Yuwono, Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI dalam kegiatan Lesson Learnt DHS2 Project di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (27/11/2012).

Menurut Slamet, kendala yang paling kentara dialami oleh daerah-daerah yang paling sulit dijangkau. Untuk daerah-daerah ini, diperlukan pendekatan tersendiri karena masalahnya lebih kompleks.

Misalnya ada 1 desa yang hanya berisi 10 kepala keluarga, tetapi letaknya amat jauh. Sebagai warga negara ia tetap memiliki hak untuk mendapat layanan kesehatan. Artinya, harus ada puskesmas. Namun mendirikan puskesmas hanya untuk 10 orang justru dapat mengakibatkan pemborosan.

"Oleh karena itu pendekatannya harus berbeda, misalnya menempatkan tenaga selama 3 bulan di desa atau sebagainya. Bisa juga ditempuh dengan model flying health care (layanan kesehatan lewat udara) atau mungkin penguatan kadernya," kata Slamet.

Saat ini, kementerian kesehatan juga tengah mengembangkan sistem yang disebut manajemen terpadu balita sakit berbasis masyarakat untuk menangani balita sakit akibat pneumonia dan malaria. Praktiknya, kader di pelosok diperbolehkan memberikan obat untuk pasien sesak napas atau gejala penumonia dan malaria.

Selain itu, bisa juga dengan diadakan tugas belajar. Praktiknya, dokter puskesmas yang bertugas di daerah terpencil dan belum memiliki spesialis akan dilatih spesialisasi selama 6 semester, padahal pelatihan dokter spesialis umumnya adalah 8-10 semester. Setelah mendapat pelatihan, dokter tersebut akan dikembalikan ke daerah sambil dipantau.

Ada juga model sister hospital seperti yang kini diterapkan di NTT. Dari 24 kabupaten yang ada, sebanyak 14 kabupaten mengirim wakilnya untuk melakukan residensi ke rumah sakit. Wakil ini diajari spesialisasi obgyn, anastesi dan kedokteran anak dibiayai oleh daerah. Setelah selesai, dokter-dokter ini akan ditugaskan kembali ke daerah.

"Kita juga sedang menysun UU tenaga kesehatan supaya dokter-dokter yang ada bisa merata, tidak mengumpul di kota-kota besar. Jadi landasan hukumnya ada. Kalau dulu kan ada inpres, sekarang tidak ada lagi," pungkas Slamet.

Minggu, 25 November 2012

Tes Kesehatan Cagub Jabar

Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur independen, Dikdik Mulyana Mansur dan Cecep NS Toyib, tiba di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Minggu 25 November 2012. Mereka menjalani tes kesehatan sebagai calon gubernur Jawa Barat. Dikdik Mulyana, yang seorang mantan Kapolda Sumsel, datang bersama wakilnya sekitar pukul 06.25 WIB. Keduanya terlihat mengenakan seragam yang sama, jaket sport warna putih ungu dengan bordir nama mereka di bagian belakang. Tidak lama kemudian, mantan Bupati Indramayu Irianto MS Safiudin dan mantan Bupati Tasikmalaya Tatang Farhanul masuk bersamaan ke rumah sakit sekitar pukul 06.45 WIB.

Sabtu, 24 November 2012

Rieke Tidak Nyaman Jalani Pemeriksaan Kesehatan

Bandung - Rieke Diah Pitaloka mengaku tidak nyaman saat dirinya menjalani trans vagina pada pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani calon gubernur dan wakil gubernur (cagub/cawagub) Jawa Barat 2013-2018 yang diadakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat di Rumah Sakit (RS) Hasan Sadikin Bandung.

"Pemeriksaan khususnya terkait dengan kodrat saya sebagai seorang perempuan. Ada pemeriksaan papsmear, payudara kanker, sampai ada trans vagina. Saya pikir tidak harus ada trans vagina," kata Rieke, Sabtu (24/11/2012).

Oleh karena itu, ia menyarankan kepada KPU Jawa Barat, agar pemeriksaan trans vagina bagi calon kepala daerah perempuan dipertimbangkan kembali.

"KPU ke depannya pemeriksaan medis seperti ini, apakah karena kami perempuan harus ada barang-barang yang masuk ke dalam tubuh kami. Nah, ini juga mohon dipertimbangan. Jujur secara pribadi saya merasa tidak nyaman," kata pemeran sosok Oneng, dalam sinetron "Bajaj Bajuri" itu.

Ketua Tim Pemeriksaan Kesehatan Cagub/Cawagub Jabar, dr Erwan Emartanto, membenarkan bahwa setiap calon kepala daerah perempuan harus melalui pemeriksaan trans vagina tersebut.

"Ya, benar harus menjalani tes itu. Itu sudah sesuai prosedur yang ada di buku juklak juknis dari KPU," katanya.

Ia menuturkan, saat menjalani trans vagina, sebuah benda asing dimasukkan ke dalam bagian vital perempuan. "Trans vagina dilakukan mengetahui kondisi kesehatan organ vital calon kepala daerah perempuan," katanya menambahkan.

Kamis, 22 November 2012

Menteri Kesehatan ASEAN Bahas Kanker

Menteri Kesehatan ASEAN Bahas Kankerilustrasi
Para pejabat kementrian kesehatan di negara-negara ASEAN, Jumat (23/11/2012), berkumpul di Jakarta untuk membahas masalah penanganan kanker.
Laporan hasil studi ASEAN Cost in Oncology oleh George Institut menyebutkan, saat ini sebanyak 700.000 kasus kanker baru terjadi di ASEAN. Sebanyak 500.000 kasus kematian di kawasan itu juga disebabkan oleh kanker.
Direktur Eksekutif ASEAN Foundation Makarim Wibisono menyatakan, beban kanker di wilayah ASEAN meningkat sampai di titik dimana kanker telah menghambat pertumbuhan ekonomi. Karena itu perlu untuk bertindak segera.
Forum kementerian kesehatan ini diharapkan akan menghasilkan rekomendasi kebijakan untuk menempatkan kanker dalam agenda ASEAN

Menkes: Tak Ada Perbedaan Pelayanan Kesehatan Bagi ODHA

Menkes: Tak  Ada Perbedaan Pelayanan Kesehatan Bagi ODHA
 JAKARTA -- Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nafsiah Mboi, menyatakan tidak ada perbedaan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada orang dengan HIV Aids (ODHA), tidak boleh ada pendiskriminasian dalam bentuk apapun.
Nafsiah mengatakan, untuk memfasilitasi kesehatan penduduk Indonesia, seluruh pendanaannya terdapat dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). "Tercover. Seluruhnya berhak mendapatkan perlakuan yang sama,'' tuturnya, Rabu (21/11), dalam seminar Meningkatkan Jaminan Sosial yang HIV Sensitif di Indonesia, di Jakarta.

Ia meminta agar tidak sungkan untuk melaporkan bila ada yang melihat atau bahkan mengalami pendiskriminasian ketika berobat. Sebab semua hal teknis tersebut, yang menjadi kewajiban para petugas medis di lapangan, terdapat dalam peraturan pemerintah.

''Laporkan, bisa ke saya, atau setidaknya dinas kesehatan terdekat,'' ucapnya.

Untuk mengurangi risiko penularan, Kemenkes mengadakan screening HIV secara teratur. Screening ini dilakukan terutama bagi Pekerja Seks Komersial, gay, waria, pemakai narkoba dengan jarum suntik dan lain-lainnya yang mudah tertular.
"(Kalangan yang rentan tertular tadi) Minum antiretroviral (ARV) itu harus," ujarnya.

Rabu, 21 November 2012

Rujukan Layanan Kesehatan Bagi Lansia Minim


Headline 

Jakarta - Rujukan kesehatan bagi usia lanjut masih belum sesuai dengan harapan. Pasalnya, saat ini baru 8 rumah sakit umum yang memiliki klinik geriatri.

"Idealnya RS bisa penanganan usia lanjut. Namun memang saat ini belum banyak yang mempunyai klinik geriatri. Kita harapkan nanti masing-masing provinsi mengembangkan," kata Dr Dedi Kuswenda, Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan RI di Jakarta, Rabu (20/11)

Menurut Dedi pengembangan klinik geriatri terpadu untuk melayani berbagai masalah kesehatan pada lansia tengah menjadi perhatian Kementerian Kesehatan RI.

Klinik semacam itu ada di semua rumah sakit, bahkan dikatakan baru 8 RS Umum tipe A dan B yang memilikinya, yakni Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), RSUP Karyadi Semarang, RSUP. Sardjito Yogyakarta, RSUD Moewardi Solo, RSUP Sanglah Denpasar, RSUP Hasan Sadikin Bandung, RSUP Wahidin Makassar, dan RSUD Soetomo Surabaya.

"Di Indonesia, baru ada 8 rumah sakit yang memiliki klinik geriatri, sisanya lebih banyak ke Rumah Sakit (RS) jiwa," jelas Dr Dedi.

Dr Dedi menambahkan, hampir semua RS Jiwa sudah memiliki klinik dengan layanan kesehatan terpadu untuk lansia.

"Sebetulnya bukan cuma di 8 RS itu saja, tapi di hampir semua RS Jiwa sudah ada kegiatan-kegiatan untuk geriatri. Jadi totalnya ada 20-an lebih saya kira," tambahnya.

Secara umum, sambung Dedi, masalah kesehatan yang dihadapi para lansia tidak jauh-jauh dari penyakit degeneratif akibat penurunan fungsi organ.
Diabetes mellitus atau sakit gula, hipertensi atau tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, katarak serta osteoporosis termasuk beberapa masalah degeneratif yang banyak dikeluhkan para lansia.

Populasi lansia di Indonesia sendiri diproyeksikan makin meningkat dalam beberapa tahun ke depan. Jika tahun 2010 jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas baru sekitar 18,1 juta, diperkirakan akan meningkat jadi 29,1 juta pada 2020 dan terus melonjak hingga 36 juta pada 2025.
RelmaxTop - the very best site counter. From creators of EasyHits4U